Saya pernah diskusi dengan seorang sahabat
berasal dari Tibet, umur 84 tahun (beda 13 tahun dengan saya pada waktu), ia ahli
totok saraf. Saya ingin mencoba totok syaraf-nya ya lumayanlah. Setelah selesai totok syaraf, kami diskusi.
Ia mempunyai banyak anak dan banyak cucu. Isteri pertama sudah
meninggal dunia karena tua, ia kawin lagi dengan seorang wanita beragama Islam , kemudian atas kesadarannya sendiri ia masuk agama Islam.
Para pembaca yang budiliman, mohon jangan
ditanya alamat sahabat ini dan ditailnya, karena saya menulis
ini tidak minta izin lebih dahulu kepadanya, tapi tulisan ini saya kira ada
manfaatnya.
Sabahat dari Tibet bercerita tentang Filosofi hidupnya:
Jangan pernah berbohong baik untuk orang lain maupun untuk diri sendri, sederhana, ikhlas dan kasih sayang.
Saya pun menceritakan filosofi hidup:
Di dunia ini penuh masalah, tapi semua itu harus kita sikapi dengan dua cara saja agar mendapat Ridho dari Allah SWT, yaitu SABAR dan SYUKUR. Manakala kita mendapat musibah, kita harus SABAR karena itu semua adalah ujian dari Allah yang dapat mengurangi dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada-Nya. Manakala kita mendapat nikmat, kita harus BERSYKUR, selain kita berbahagia mendapat nikmat, tetapi itu juga bisa merupakan ujian yang bila tidak kita mensyukuri dan salah memanfaatkannya, nikamat itu dapat membawa kita kepada malapetaka di dunia maupun di akhirat.
Sahabat dari Tibet cerita terapan filosofinya kepada anak-anaknya:
Semua anaknya dianjurkan mengikuti filosofi hidup yang disebutkannya tadi.
Bagaimana hasilnya? Dia grupkan dalam 4 grup sikap dan tingkah laku anak-anak yang sudah berkeluarga itu semua.
Grup 1:
Anak yang melaksanakn ajaran saya:
Hidunya sederhana, keadaan ekonominya juga biasa, hidup tenang dan bahagia. Sering memberikan uang pada saya sekalipun jumlahnya sedikit, misalnya hanya 20-50 ribu saja. Ia katakan dengan tulus dengan wajah yang ikhlas, “ayah ini ada uang sedkit”. Tidak pernah ia tanya apakah ayah punya uang atau tidak, dan ia sering datang kerumah menemui saya.
Sabahat dari Tibet bercerita tentang Filosofi hidupnya:
Jangan pernah berbohong baik untuk orang lain maupun untuk diri sendri, sederhana, ikhlas dan kasih sayang.
Saya pun menceritakan filosofi hidup:
Di dunia ini penuh masalah, tapi semua itu harus kita sikapi dengan dua cara saja agar mendapat Ridho dari Allah SWT, yaitu SABAR dan SYUKUR. Manakala kita mendapat musibah, kita harus SABAR karena itu semua adalah ujian dari Allah yang dapat mengurangi dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada-Nya. Manakala kita mendapat nikmat, kita harus BERSYKUR, selain kita berbahagia mendapat nikmat, tetapi itu juga bisa merupakan ujian yang bila tidak kita mensyukuri dan salah memanfaatkannya, nikamat itu dapat membawa kita kepada malapetaka di dunia maupun di akhirat.
Sahabat dari Tibet cerita terapan filosofinya kepada anak-anaknya:
Semua anaknya dianjurkan mengikuti filosofi hidup yang disebutkannya tadi.
Bagaimana hasilnya? Dia grupkan dalam 4 grup sikap dan tingkah laku anak-anak yang sudah berkeluarga itu semua.
Grup 1:
Anak yang melaksanakn ajaran saya:
Hidunya sederhana, keadaan ekonominya juga biasa, hidup tenang dan bahagia. Sering memberikan uang pada saya sekalipun jumlahnya sedikit, misalnya hanya 20-50 ribu saja. Ia katakan dengan tulus dengan wajah yang ikhlas, “ayah ini ada uang sedkit”. Tidak pernah ia tanya apakah ayah punya uang atau tidak, dan ia sering datang kerumah menemui saya.
Grup 2: Ekonominya baik, sibuk terus untuk menumpuk kekayaan. Ia kadang-kadang ingat dengan saya, tapi jarang sekali ketemu. Ia hanya tel, ayah baik? Ayah masih punya uang? Saya tau, ia adalah coordinator dari saudara-saudaranya, mengumpulkan uang dibank, untuk jaga-jaga bila terjadi sesuatu pada saya.
Grup 3: Kaya, sibuk dengan kekayaannya, hampir tidak ada waktu berkomunikasi dengan saya. Ia hanya bertindak kalau ada laporan dari saudara-saudaranya. Kalau saya sakit, ia hanya kirim makanan enak-enak.
Grup 4: Sibuk mencari kekayaan, segala sesuatu diperhitungkan, takut dengan isteri. Ia hanya bertindak kalau istrinya setuju. Jarang sekali datang kerumah, hanya sekali dalam setahun, membawa baju koko, karena ia tau saya sudah masuk Islam.
Dengan melihat semua tingah laku anak saya, saya ingin mengingatkan lagi filosofi hidup yang saya ajarkan. Sebagai komandan, saya akan beri kejutan pengajaran.
Pada suatu hari saya katakana kepada Grup 1, ayah sakit perut, tidak seperti biasanya, mungkin ini karena ayah sudah tua. Saya tiduran saja, pura-pura kesakitan.
Grup 1 Langsung datang, siap merawat saya dan memberitahukan saudara-saudaranya yang semua ada di Jakarta.
Inilah respons mereka:
Grup 2: Apa perlu dibawa kedokter, seluruh biaya kita ambil dari bank.
Grup 3: Saya akan segera kirim makanan yang enak-enak kesukaan ayah, sekitar 15 menit makanan sudah sampai, nanti kalau ada waktu saya akan datang, berikan laporan terus ya.
Grup 4: Berikan laporan ya, nanti kalau isteri saya tidak sibuk dengan pekerjaannya, kami akan datang.
Mendengar respons yang begitu macam-macam, begitu makanan kiriman sampai, saya langsung tumpahkan semua sambil berteriak-teriak.
Grup 1, gugup langsung tel semua saudara-saudaranya
supaya segera datang, karena ayahnya sudah gawat dan marah-marah.
Setelah kumpul semua saya beri nasehat.
Ayah sebetulnya tidak sakit, tapi hanya ingin mensehati semua anak-anakku agar tetap berpedoman pada filosofi kehidupan yang ayah ajarkan.
1. Ayah sudah sering dikirimi makanan yang enak-enak karena sakit, apakah mungkin ayah makan dalam keadaan sakit? Jadi untuk siapa makanan itu? Jangan kirim lagi makan kalau ayah sakit. Kirimlah makanan dikala ayah sehat.
2. Ada yang sering tanya ayah, apakah ayah punya uang? Apakah ayah miskin dulu baru diberi uang?
3. Ayah tau kalian menabung dibank, untuk persiapan kalau ayah mati. Apakah arti uang itu untuk ayah? Apakah ayah tau apa yang terjadi dengan uang itu kalau sudah mati. Itu semua hanya menjaga gengsi kalian kalau ayah mati, orang akan melihat penghormatan dan kemampuan anak-anaknya, tapi bukan untuk ayah. Kalau ayah mati, biarlah mati dirawat sewajarnya, ayah kan orang sederhana.
Jadi ayah ulangi lagi filosofi hidup:
Jangan berbhong kepada orang lain dan kepada diri sendiri, hidup sederhana, ikhlas dan penuh kasih saying.
Setelah kejadian itu mereka pun sadar, beberapa waktu kemudian terjadi perbaikan. Mereka sering datang ke rumah, sering transfer uang sehingga uang tabungan saya bertambah terus. Saya pun bebas menggunakan uang itu, ajak cucu-cucu jalan-jalan berikan hadiah-hadih, berikan kepada anak yang ekonominya lemah, rajin bersedekah……. hidup berkah.
yamhas
