Ada teman saya kuliah di Fakultas Kedokteran. Ia adalah anak seorang petani dari kampung. Selama kuliah kiriman uang dari kampung tidak mencukupi, selain sering terlambat. Dengan keuangan serba mepet ia berjuang mati-matian cari tambahan dengan segala usaha supaya bisa jadi dokter. Pendek kata selama kuliah ia dikenal sebagai mahasiswa yang prihatin dan ulet.
Setelah bertahun-tahun jadi dokter, ia adalah seorang dokter terkenal dan sukses, tangan dingin, banyak pasien. Sejalan dengan kehidupannya sebagai dokter, anak-anaknya pun berkembang dilingkungan serba wah. Sang dokter tidak banyak waktu untuk keluarga, habis untuk praktek dan kegiatan-kegiatan ilmiah. Anak-anaknya berkembang serba konsumtif, mengikuti perkembangan 'zaman modern’, bandel-bandel terbawa arus kehidupan kota besar di Jakarta.
Sang dokter menyadari, bahwa ia sekarang mendapat masalah besar dengan anak-anaknya. Ia ingin mengembalikan dan mengajak anak-anaknya hidup prihatin sebagaimana ia jalani sebelum jadi dokter.
Terjadi dialog dengan seorang anak yang paling bandel:
Ayah: Kenapa minta uang terus, beli ini beli itu, sekarang minta beli mobil lagi?
Anak: Mobil itu kan digunakan khusus untuk kami anak-anak, lagian Andi sudah bisa bawa mobil seperti teman-teman, Andi kan mudah pergi kekampus.
Ayah marah: Kau ini, tidak tau dan tidak pernah merasakan bagaimana sulitnya cari uang! Ayah dulu semasa kuliah hidup dengan serba sulit. Orang tua tidak mampu memberi uang kuliah. Orang tua ayah adalah seorang petani miskin di kampung! Tapi dengan tekad yang kuat, ayah bisa berhasil jadi dokter. Tidak seperti kau, hidup serba mewah, apa saja kebutuhan belajar dan lain-lain ayah beri… tidak pernah prihatin. Tidak, tidak… ayah tidak akan belikan mobil. Mulai sekarang kau harus belajar prihatin sperti ayah dulu!!
Anak (kebingungan) menjawab dengan enteng: Ayah kan anak petani, Andi kan anak dokter, beli dong yah mobil.
Ayah (pusing tujuh keliling): ??????????, langsung pergi praktek karena pasien sudah banyak yang menunggu.
yamhas
